PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN
INDONESIA
Perjanjian internasional sangatlah penting bagi setiap negara
karena setiap hubungan internasional diresmikan melalui sebuah perjanjian.
Perjanjian internasional adalah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan
kata sepakat antara negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa
dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu
pula. Contohnya, Charter of the United Nationals (PBB).
1.
Definisi Perjanjian Internasional
Definisi
perjanjian internasional menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.
a. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH.L.L.M.
Perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antarnegara yang bertujuan untuk
menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
b. G. Schwarzenberger
Perjanjian
internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional
yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional.
Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multilateral.
Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional, juga
negara-negara.
c. Oppenheimer-Lautepacht
Perjanjian internasional adalah suatu
persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara
pihak-pihak yang mengadakannya. Dalam perjanjian internasional, diperlukan
hal-hal sebagai berikut.
1)
Adanya
negara-negara yang bergabung dalam organisasi, seperti PBB.
2)
Bersedia
untuk mengadakan ikatan hukum tertentu atau terikat pada hukum internasional
tertentu.
3)
Adanya
kata sepakat untuk melakukan sesuatu.
4)
Bersedia
menanggung akibat hukum yang terjadi.
d. Michel Virally
Sebuah
perjanjian merupakan perjanjian internasional bila melibatkan dua atau lebih
negara atau subjek internasional dan diatur oleh hukum internasional.
2.
Istilah-istilah dalam perjanjian internasional
a.
Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal
yang merupakan persetujuan dari du negara atau lebih, mencakup bidang politik
dan ekonomi. Misalnya, traktat antara pemerintah Republik Indonesia dengan
Singapura mengenai batas wilayah laut di bagian barat Selat Singapura. Traktat
ini telah ditandatangani kedua negara dan telah diratifikasi atau disahkan
Indonesia melalui UU No. 4 Tahun 2010.
b.
Konvensi (convention), yaitu persetujuan formal
yang bersifat multilateral dan tak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat
tinggi (high policy). Persetujuan ini
harus dilegalisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh. Misalnya, Konvensi
Hukum Laut PBB 2982 mengenai kawasan lalut Indonesia.
c.
Protokol (protocol), yaitu persetujuan tidak resmi
yang pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara.
d.
Persetujuan
(agreement), yaitu perjanjian yang
lebih bersifat teknis atau administratif. Agreement
tidak diratifikasi karena sifatnya tidak seresmi traktat dan konvensi.
e.
Perikatan,
yaitu sebuah perjanjian untuk transaksi yang sifatnya sementara dan tidak
seresm traktat dan konvensi.
f.
Proses
verbal, yaitu catatan-catatan, ringkasan-ringkasan, atau kesimpulan-kesimpulan
konferensi diplomatik, atau catatan-catatan suatu pemufakatan; proses ini tiak
diratifikasi.
g.
Piagam,
yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan olehpersetujuan internasional, baik
mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan
internasional yang mencangkup perihal minyak atau mengenai lapangan kerja
lembaga-lembaga internasional. Piagam dapat digunakan sebagai alat tambahan
untuk pelaksanaan suatu konvensi, seperti piagam kebebasan transit.
h.
Deklarasi,
yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi.
Deklarasi diteruskan sebagai traktat jika menerangkan suatu judul dari batang
tubuh ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan
lampiran pada traktat atau konvensi.
i.
Modus vivendi, yaitu dokumen yang mencatat persetujuan
internasional yang bersifat sementara sampai berhasil melakukan pertemuan yang
lebih permanen, terperinci, sistematis, serta tiak memerlukan ratifikasi.
j.
Pertukaran
nota, yaitu metode yang tidak resmi yang biasanya dilakukan oleh wakil-wakil
militer dan negara serta dapat bersifat
multilateral dan menimbulkan sebuah kewajiban di antara pihak-pihak yang
terlibat.
k.
Ketentuan
penutup, yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama
utusan yang turut diundang, serta maslah yang disetujui konferensi dan tidak
memerlukan ratifikasi.
l.
Ketentuan
umum, yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi.
m.
Charter, yaitu kata lain dari perjanjian internasional yang digunakan
untuk pendirian suatu badan yang melakukan fungsi administratif, seperti
Atlantic Charter.
n.
Pakta,
yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus dan
membutuhkan ratifikasi, eperti Pakta Warsawa.
o.
Covenant, yaitu anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
3.
Tahapan Perjanjian Internasional
Perjanjian
intersional dibuat melalui beberapa tahap. Berikut pembahasan tahap-tahap
tersebut berdasarkan pendapat para ahlia dan berdasarkan hukum positif
Indonesia.
a.
Pendapat para ahli
1) Mochtar Kusumaatmadja
Kusumaatmadja
memberikan tahapan-tahapan dalam kebiasaan internasional melakukan
internasional yaitu:
a) Perundingan (negotiation),
b) Penandatanganan (signature), dan
c) Pengesahan (ratification).
2) Pierre Fraymond
Ia
menjabarkan dua prosedur pembuatan perjanjian internasional menjadi ebagai
berikut.
a) Prosedur normal. Prosedur ini mensyaratkan
adanya persetujuan parlemen, melalui tahap perundingan (negotiation), penandatanganan (signature),
persetujuan parlemen (the approval of
parliament), dan ratifikasi (ratification).
b) Prosedur yang disederhanakan. Prosedur ini
tidak mensyaratkan persetujuan parlemen dan ratifikasi. Sejatinya, prosedur ini
timbul karena ada kondisi yang mengharuskan pengaturan hubungan internasional
diselesaikan dengan cepat.
b.
Menurut hukum positif Indonesia
1) Dalam Pasal 11 ayat (1) UUD 1945
Presiden
dengan persetujuan DPR membuat perjanjian dengan negara lain. Dalam hal bahwa
suatu perjanjian menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukkan undang-unang, maka pembuatan perjanjian
internasional tersebut harus dengan persetujuan DPR.
2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000
Dalam
Pasal 4 Undang-Undang No. 24 tahun 2000 dijelaskan bahwa pembuatan perjanjian
internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain dan
organisasi internasional dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan itikad
baik. Selain itu, Pemerintah Republik Indonesia
berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip
persamaan kedudukan, saling menguntugkan, dan memperhatikan baik hukum nasional
an internasional yang berlaku. Tahap yang dilalui adalah penjajakan,
perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan. Selanjutnya,
diikuti dengan pengesahan perjanjian internasional jika memang dipersyaratkan
oleh perjanjian internasional itu.
4.
Manfaat Perjanjian Internasional
Untuk menjelaskan manfaat perjanjian
internasional bagi Indonesia, yang paling tepat adalah dengan menjabarkan usaha
Indonesia memperjuangkan Wawasan Nusantara yang dilakukan konsep “negara
kepulauan”. Konsep tersebut pertama kali diutarakan secara resmi dalam Sidang Hukum Laut di Geneva 1958.
Terlepas dari matangnya konsep yang disusun Indonesia tersebut, sejatinya, ada
ketakutan dari pihak Indonesia bahwa banyak negara tidak memahami konsep
tersebut. Akhrnya, konsep itu tidak jadi dimasukkan dalam agenda.
Sidang hukum laut di Geneva tahun 1958
menghasilkan beberapa konvensi, yaitu sebagai berikut.
-
Convention on the territorial sea and the
contiguous zone (Konvensi
tentang laut teritorial dan zona tambahan).
-
Convention on the high seas (Konvensi di laut lepas).
-
Convention on finishing and conservation of
the living resources if the high seas (Konvensi penyelesaian dan konservasi sumber
daya hayati laut yang tinggi).
Meskipun
pada saat itu, tidak menjadi anggota yang sah dalam konvensi tentang landas
kontinen, Indonesia tidak patah semangat untuk menerapkan ketentuan konvensi
tersebut. Akhirnya, Indonesia mulai mengukur landasan kontinen dari titik
terluar pulau-pulau di Indonesia.
Hal
pertama yang dilakukan adalah mengeluarkan pengumuman pemerintah 17 Februari
1969 mengenai landas kontinen Indonesia. Kemudian, ditindaklanjuti elalui
perundingan bilateral dengan Malaysia, Australia, Thailand, India, Vietnam,
Filipina, dan Papua Nugini.
Akhirnya, penggalangan bersama secara regional untuk menanamkan asas teritorial
Negara Kepulauan berhasil dicapai melalui konsepsi kewilayahan sumber daya.
Dalam perkembangan selanjutnya, perjuangan
pengakuan atas prinsip negara kepulauan dilakukan lagi dalam Konvensi Hukum
Laut 1982. Sejarah pun terukir karena suatu kelkompok minoritas di dunia
(Indonesia, Filiphina, Fiji, dan Mauritius sebagai pendukung utama) yang hidup
dalam kesatuan lingkungan kepulauan berhasil memasukkan kaidah-kaidah yang
sifatnya universal mengenai Negara Kepulauan hingga diterima oleh
bangsa-bangsa.
Ketentuan-ketentuan
dari Konvensi Hukum Laut tahun1982 yang amat peting bagi Indonesia adalah
sebagai berikut.
-
Pengakuan
atas batas 12 mil laut ebagai laut teritorial negara pantai dan negara
kepulauan
-
Pengakuan
baas 200 mil laut sebagai Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE)
-
Pengakuan
hak negara tak berpantai untuk ikut memanfaatkan sumber daya alam dan kekayaan
lautan
Bila melhat lebih dalam, terlepas dari
pengakuan internasional terhadap Indonesia mengenai negara kepulauan pada tahun
1982, secara regional, pengakuan sebagai negara kepulauan telah dilakukan oleh
negara-negara tetangga. Hal ini terlihat dari perjanjian-prejanjian berikut
ini.
-
Indonesia
dan Malaysia
Adanya
perjanjian mengenai landas kontinen Selat Malaka dan Laut Naruna (Laut China
Selatan), di Kuala Lumpur tanggal 27 Oktober
1969, berlaku mulai tanggal 7 November 1969.
-
Indonesia
dari Thailand
Adanya
perjanjian mengenai landas kontinen Selat Malaka bagian Utara dan laut Andaman,
di Bangkok tanggal 17 Desember 1971 dan berlaku mulai tanggal 7 April 1972.
-
Indonesia,
Malaysia, dan Thailand
Adanya
perjanjian mengenai mengenai penetapan
garis batas dasar laut tertentu (Laut Arafuru dan daerah utara irian
Jaya-Papuan Nugini), di Canberra tanggal 18 Mei 1971 dan berlaku mulai tanggal
18 November 1973.
-
Indonesia
dan Singapura
Adanya
perjanjian mengenai mengenai penetapan
garis batas laut teritorial, di Jakarta tanggal 25 Mei 1873 dan berlaku mulai
tanggal 30 Agustus 1974.
-
Indonesia
dan India
Adanya
perjanjian mengenai mengenai penetapan
garis batas dan landas kontinen Laut Andaman, Jakarta 8 Agustus 1974.
Akhirnya,
berdasarkan pengakuan prinsip negara kepulauan dan berbagai perjanjian
bilateral serta multilateral dengan negara tetangga, luas wilayah Indonesia
berkembang menjadi ±8.4000.000 km2 yang terdiri dari:
-
Daratan/keulauan : 2.027.087 km2
-
Laut
teritorial : 3.166.163 km2
-
Landas
kontinen : 800.000 km2
-
ZEE : 2.500.000 km2
A. Tujuan Negara Republik
Indonesia
1. Teori Tujuan Negara
Setiap manusia mempunyai tujuan dalam
kehidupannya. Kalian sebagai siswa juga mempunyai tujuan, ketika kalian
mempelajari sesuatu. Begitupun dengan negara selaku organisasi manusia,
mempunyai tujuan ketika didirikannya. Dengan kata lain, setiap negara yang
tumbuh dan berkembang di dunia mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan menjadi motivasi
dari didirikannya negara yang bersangkutan. Tujuan negara sangat berhubungan
dengan organisasi negara yang
bersangkutan. Tujuan negara merupakan pedoman untuk mengarahkan segala kegiatan
negara, menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan negara serta kehidupan
rakyatnya.
A. Tujuan Negara Republik
Indonesia
1. Teori Tujuan Negara
Setiap manusia mempunyai tujuan dalam
kehidupannya. Kalian sebagai siswa juga mempunyai tujuan, ketika kalian
mempelajari sesuatu. Begitupun dengan negara selaku organisasi manusia,
mempunyai tujuan ketika didirikannya. Dengan kata lain, setiap negara yang
tumbuh dan berkembang di dunia mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan menjadi motivasi
dari didirikannya negara yang bersangkutan. Tujuan negara sangat berhubungan
dengan organisasi negara yang
bersangkutan. Tujuan negara merupakan pedoman untuk mengarahkan segala kegiatan
negara, menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan negara serta kehidupan
rakyatnya.
Gambar 3.1 Pembangunan fisik harus berlandaskan pada tujuan negara
Pada saat ini terdapat berbagai macam
perspektif mengenai tujuan negara. Berkaitan dengan hal tersebut para ahli
mengemukakan rumusan tujuan negara yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Berikut ini dipaparkan teori mengenai tujuan negara yang dikemukakan para ahli.
a. Teori
Plato
Teori Plato menyatakan bahwa negara
bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun
sebagai makhluk sosial.
b. Teori
Negara Kekuasaan
Ada dua tokoh yang menganut teori Negara
Kekuasaan , yaitu Shang Yang dan Nicholo Machiavelli. Menurut Shang
Yang, tujuan negara adalah mengumpulkan kekuasaan yang sebesar-besarnya. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan cara menyiapkan tentara yang kuat, berdisiplin
dan bersedia menghadapi segala kemungkinan sehingga negara akan kuat.
Sebaliknya, rakyat harus lemah sehingga tunduk kepada negara. Senada dengan
Shang Yang, Machiavelli mengatakan bahwa tujuan negara adalah menghimpun dan
memperbesar kekuasaan negara agar tercipta kemakmuran, kebesaran, kehormatan
dan kesejahteraan rakyat.
c. Teori
Teokratis (Kedaulatan Tuhan)
Menurut teori Teokratis, tujuan negara
adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman serta tentram dengan taat
kepada dan di bawah pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaannya
hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya. Di antara para filusuf
yang menganut teori ini adalah Thomas Aquinas dan Agustinus.
d. Teori
Negara Polisi
Menurut teori Negara Polisi, negara
bertujuan semata-mata menjaga keamanan dan ketertiban negara serta pelindung
hak serta kebebasan warganya. Untuk mencapai hal itu, perlu dibentuk peraturan
perundangundangan yang mencerminkan kehendak seluruh rakyat. Di sisi lain,
negara tidak boleh turut campur dalam urusan pribadi dan ekonomi warganya. Teori
ini digulirkan oleh Immanuel Kant.
e. Teori
Negara Hukum
Dalam pandangan teori Negara Hukum,
negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan
berpedoman pada hukum. Dalam negara hukum segala kekuasaan alat-alat
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Semua orang tanpa kecuali harus tunduk
dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam negara itu. Teori ini
digulirkan oleh Krabbe.
f. Teori
Negara Kesejahteraan
Tujuan negara menurut teori ini adalah
untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam hal ini negara dipandang sebagai
alat untuk mencapai tujuan bersama, yaitu suatu tatanan masyarakat yang
didalamnya terdapat kebahagian, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat negara tersebut. Pencetus teori ini adalah Mr. Kranenburg.
2. Rumusan Tujuan Negara
Republik Indonesia
Sebagai bangsa dan negara yang beradab,
Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan dalam melaksanakan kehidupan
kenegaraannya. Tujuan negara kita akan menjadi ciri khas dari negara kita yang
membedakannya dengan negara lain. Untuk mengetahui tujuan negara kita, kalian
dapat menelaah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea ke-4. Di dalam
pembukaan tersebut terdapat pernyataan sebagai berikut.
Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
dengan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial......
Pernyataan di atas merupakan penegasan
mengenai tujuan negara kita sekaligus tugas yang harus dilaksanakan oleh
negara, yakni sebagai berikut.
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia
2) Memajukan kesejahteraan umum
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia
dengan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Jika diperhatikan keempat tujuan negara
kita, kemudian kita kaitkan dengan teori mengenai tujuan negara maka kita
termasuk negara yang menganut teori Negara Kesejahteraan (welfare state). Hal
ini dikarenakan keempat tujuan di atas semuanya menekankan pada aspek
kesejahteraan rakyat.
Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab I, Pasal 1 Ayat (3) ditegaskan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum. Artinya, Indonesia bukan negara yang
berdasarkan kepada kekuasaan belaka. Semakin jelaslah bahwa Indonesia adalah
negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk
suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, jika ditinjau
dari aspek tujuan negaranya, Indonesia berkedudukan sebagai negara hukum dan
negara kesejahteraan.
B. Pengelolaan Kekuasaan
Negara di Tingkat Pusat Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
1. Lembaga-Lembaga Pemegang
Kekuasaan Negara
Proses pengelolaan kekuasaan negara di
Republik Indonesia sangat dinamis. Berbagai perubahan mewarnai pelaksanaan
pengelolaan negara di Indonesia. Perubahan tersebut tentu saja dilakukan agar
negara Indonesia dapat lebih maju yang ditandai dengan terwujudnya cita-cita
dan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea kedua dan keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengelolaan
kekuasaan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Pengelolaan kekuasaan
negara tidak hanya dilakukan oleh Presiden beserta para menteri negara selaku
pemegang kekuasaan eksekutif. Hal tersebut dikarenakan kekuasaan negara bukan
hanya kekuasaan eksekutif saja, tetapi terdapat pula kekuasaan legislatif dan
yudikatif yang dijalankan oleh lembaga Negara lainnya. Keberadaan lembaga-lembaga negara di
Indonesia begitu dinamis. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari mekanisme
pengelolaan kekuasaan negara yang bersifat dinamis pula. Perkembangan
lembaga-lembaga negara di Indonesia dapat kalian lihat dalam struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia. Berikut ini struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan perubahan.
UUD
NRI 1945
ß
MPR
ß
DPR Presiden MPR DPA
BPK
PPKN 79Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Bagan 2.1: Struktur Ketatanegaraan Republik
Indonesia menurut UUD NRI Tahun 1945
sebelum perubahan
Keteterangan:
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
MA : Mahkamah Agung
DPA : Dewan Pertimbangan Agung
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
Struktur di atas berubah setelah
dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah
dilakukan perubahan.
Sumber: Bahan tayangan sosialissasi UUD
NRI Tahun 1945
Bagan 2.2. Struktur Ketatanageraan Republik
Indonesia menurut UUD NRI Tahun 1945
setelah perubahan
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, baik sebelum maupun sesudah dilakukan perubahan,
secara tegas disebutkan tiga kekuasan negara, yaitu kekuasaan membentuk
undang-undang, kekuasaan pemerintahan negara, dan kekuasaan kehakiman. Ketiga
kekuasaan tersebut dipegang dan dikelola oleh lembaga negara yang ditetapkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, berikut
ini akan diuraikan proses pengelolaan ketiga jenis kekuasaan negara tersebut.
a. Kekuasaan
membentuk undang-undang
Kekuasaan membentuk undang-undang
disebut juga kekuasaan legislatif. Kekuasaan tersebut secara teoretis dipegang
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, sebelum perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan tersebut
dipegang oleh Presiden, DPR hanya memberikan persetujuan saja. Hal tersebut
ditegaskan oleh ketentuan Pasal 5 Ayat (1) yang menyatakan Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian
dalam Pasal 20 Ayat (1) ditegaskan bahwa Tiap-tiap undang-undang menghendaki
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut, DPR
mempunyai kekuasaan yang kecil dalam proses pembentukan undang-undang.
Setelah dilakukan perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR mempunyai
kedudukan yang lebih kuat dalam pengelolaan kekuasaan negara. DPR secara tegas
dinyatakan sebagai pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Hal
tersebut diatur dalam Pasal 20 Ayat (1)
yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Perubahan ketentuan ini menyebabkan DPR mempunyai kekuasaan
yang besar dalam proses pembentukan suatu undang-undang, bahkan apabila sebuah
rancangan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR menjadi
undang-undang tidak disahkan oleh
Presiden setelah 30 hari, undang-undang tersebut dengan sendirinya berlaku dan
wajib diundangkan.
Selain pembentukan undang-undang, pada
saat ini DPR begitu besar kekuasaannya dalam mengontrol setiap kebijakan
pemerintah. Kekuasaan tersebut terlihat dari hak-hak yang dimiliki oleh DPR
seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dengan ketiga
hak tersebut, DPR menjadi lembaga penyeimbang sehingga kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dapat
dikendalikan dan dipastikan kebijakan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
b. Kekuasaan
pemerintahan negara
Kekuasaan pemerintahan negara disebut
juga kekuasaan eksekutif. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden, sehingga
Presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan. Hal ini dikarenakan,
Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang ciri utamanya
memposisikan Presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
kekuasaan Presiden Republik Indonesia begitu besar. Pada awal pemberlakuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik
Indonesia selain memegang kekuasaan eksekutif, juga memegang kekuasaan
legislatif dan yudikatif. Hal ini dikarenakan lembaga-lembaga negara lainnya
seperti MPR, DPR dan MA belum terbentuk. Kekuasaan Presiden masih tetap besar,
meskipun lembaga-lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah terbentuk. Dalam diri Presiden melekat
berbagai kekuasaan berikut.
1) Kekuasaan pemerintahan, Pasal 4 ayat
(1)
2) Kekuasaan membentuk undang-undang,
Pasal 5 ayat (1)
3) Panglima tertinggi angkatan
bersenjata yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara,
Pasal 10.
Selain itu, Presiden juga mempunyai
kekuasaan untuk menentukan keanggoatan MPR dari unsur Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, utusan golongan dan utusan daerah dengan mengeluarkan suatu
keputusan Presiden. Presiden juga berhak memberikan grasi, amnesti,
rehabilitasi dan abolisi kepada seorang terpidana.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia masih tetap
berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi,
ada beberapa perubahan berkaitan dengan kekuasaan Presiden di antaranya sebagai
berikut.
1) Presiden tidak lagi berkedudukan
sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini sebagai konsekuensi
dari dialihkannya kekuasaan membentuk undang-undang kepada DPR. Dalam proses yang
berkaitan dengan pembentukan undang-undang,
Presiden berhak untuk mengajukan sebuah
rancangan undang-undangan, memberikan persetujuan terhadap rancangan
undang-undang, dan mengesahkan rancangan undang-undang yang telah ditetapkan
oleh DPR menjadi Undang-Undang.
2) Presiden tidak lagi berwenang untuk
mengangkat anggota MPR dari utusan golongan, utusan daerah maupun unsur TNI.
3) Presiden mesti memperhatikan
pertimbangan DPR ketika akan memberikan amnesti dan abolisi, dan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung ketika akan memberikan grasi dan rehabilitasi.
c. Kekuasaan
kehakiman
Kekuasaan kehakiman disebut juga
kekuasaan yudikatif. Sebelum dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah
Agung beserta lembaga peradilan yang ada di bawahnya. Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dipegang oleh
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 Ayat (2) menyatakan Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyebabkan perubahan
fundamental dalam pengelolaan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung tidak lagi
menjadi satu-satunya pemegang kekuasaan tersebut. Terdapat Mahkamah Konstitusi
sebagai mitra dalam menyelegarakan kekuasaan kehakiman. Hal tersebut memberikan
peluang yang lebih besar bagi setiap warga negara untuk mencari keadilan dan kepastian
hukum.
2. Peran Pemerintah Pusat
dalam Mewujudkan Tujuan Negara
Berbicara mengenai peran pemerintah
tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang fungsi
negara itu sendiri. Tugas utama pemerintah
adalah menjalankan fungsi negara itu sendiri. Pemerintah pusat yang tugas dan kewenangannya
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
dasarnya merupakan aktor utama dilaksanakannya fungsi Negara Republik
Indonesia. Dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dikatakan bahwa Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu Pemerintahan Negara Indonesia
Penanaman Kesadaran Berkonstusi
Fungsi negara bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada hakikatnya merupakan perwujudan dari silasila Pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha esa, Kemanusian yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pengamalan
Pancasila oleh setiap warga negara Indonesia merupakan salah satu faktor
terwujudnya berbagai jenis fungsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia dengan berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial…. Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dapatlah disimpulkan bahwa fungsi
negara Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia Negara Indonesia
hendaknya melindungi seluruh wilayah Indonesia dan juga melindungi seluruh
warga negara Indonesia, baik yang berada di dalam negara Indonesia maupun di
luar negara Indonesia. Negara berfungsi melindungi seluruh wilayah Indonesia,
artinya negara menanggulangi hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan
terhadap keutuhan wilayah negara Indonesia. Negara berfungsi melindungi seluruh
warga negara Indonesia, artinya negara menjamin keamanan, ketertiban, dan ketentraman
warga negaranya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia, baik warga negara yang berada di dalam negeri maupun warga
negara Indonesia yang berada di luar negeri, misalnya para tenaga kerja
Indonesia, pelajar atau mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan, para duta
besar dan konsul di negara asing, atau para wisatawan Indonesia di luar negeri.
b. Memajukan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia Negara Indonesia hendaknya mewujudkan
kesejahteraan bagi warga negaranya baik lahir maupun batin. Segala kekayaan
alam yang ada di Indonesia harus dipergunakan negara untuk kesejahteraan
seluruh rakyatnya, tidak hanya rakyat yang mampu akan tetapi juga yang tidak
mampu. Bagi warga negara yang fakir miskin, negara hendaknya memberikan bantuan
kesejahteraan. Fungsi negara Indonesia untuk mensejahterakan warga negaranya
secara tegas diatur dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 hasil amandemen Pasal 33 Ayat (1), (2) dan (3) serta pasal 34
sebagai Ayat (1), (2), dan (3) berikut.
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
c. Mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat
Indonesia
Negara Indonesia hendaknya berupaya
mencerdaskan warga negaranya. Untuk itu, negara wajib menyelenggarakan
pendidikan dan membiayai pendidikan dasar. Fungsi negara dalam mencerdaskan
kehidupan seluruh rakyat Indonesia secara tegas diatur dalam Pasal 31
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut.
(1) Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sumber: http://smagasukoharjojaya.blogspot.com/2013/12/
Gambar 3.2 Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak
d. Aktif melaksanakan ketertiban dunia
Negara hendaknya turut serta mewujudkan
kehidupan dunia yang damai, adil, sejahtera. Oleh karena itu, negara Indonesia
menjadi anggota dan aktif dalam beberapa organisasi regional maupun
internasional, misalnya PBB, ASEAN, OKI, APEC dan sebagainya. Disamping itu,
Indonesia menyelenggarakan hubungan dengan negara-negara lain di dunia.
Hubungan yang dilakukan biasanya disebut hubungan diplomatik. Hubungan
antarnegara tersebut dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan.
Sumber: http://smagasukoharjojaya.blogspot.com/2013/12/
Gambar 3.2 Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak
d. Aktif melaksanakan ketertiban dunia
Negara hendaknya turut serta mewujudkan
kehidupan dunia yang damai, adil, sejahtera. Oleh karena itu, negara Indonesia
menjadi anggota dan aktif dalam beberapa organisasi regional maupun
internasional, misalnya PBB, ASEAN, OKI, APEC dan sebagainya. Disamping itu,
Indonesia menyelenggarakan hubungan dengan negara-negara lain di dunia.
Hubungan yang dilakukan biasanya disebut hubungan diplomatik. Hubungan
antarnegara tersebut dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan.
Sumber :
Buku pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, penerbit Erlangga oleh Yuyus Kardiman, Kelas XII
Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, SMA/MA/MK/MAK KELAS XII